tuhan, di starbucks

December 28, 2013 at 1:49 am | Posted in iseng, katarsis, prosa | 1 Comment

7482

mungkin tuhan ada di antara percakapan dua orang asing yang tidak kamu kenal di starbucks. dia bersahutan, dalam tawa kecil yang akrab.  ah, sore itu gerimis dan engkau berdiri sendiri di sebuah gedung tua sebelah sarinah, menanti entah apa, entah siapa. di langit raya hanya ada cahaya terang yang berkilauan, putih, kuning dan lalu oranye, sementara lapisan awan yang hitam, kelabu dan kebiru-biruan tampak begitu jauh; di dalam benak, langit bak negeri dongeng yang ditinggali oleh dewi-dewi, sebuah dunia cerah dari masa kanak-kanak, dunia tanpa cemas, dunia tanpa sesal, dunia yang tidak mengenal berangkat kerja pada senin pagi, dunia lepas, bebas; di sana takada keharusan orang dewasa—hidup menjual diri, juga waktu, agar hidup tidak berhenti, agar tidak miskin, sakit dan lalu mati sebagai orang yang kalah. kamu selalu bilang: ‘tidak ada waktu!’ tapi kamu selalu komplen: ‘hidup begini panjang, hidup terasa begitu panjang!’ kau pikir sebaiknya kau tiduran saja di sofa dan berharap hari segera berakhir dan sesuatu hal yang besar terjadi dengan sendirinya, kau mendadak kaya, atau menjadi selebritas yang dipuja orang sejagad raya, sebagai penyair, seorang yang intelek. mungkin tuhan sedang duduk berdua-dua di sebuah restoran cina yang kau lihat dari jendela starbucks. kamu selalu membayangkan apa yang mereka bicarakan, dua orang asing di kejauhan, saling berhadapan, pasti soal bisnis yang penting, atau sesuatu yang menarik, si lelaki mungkin lagi cari teman kawin, membual dengan mulutnya, sambil kutip orang entah siapa, namanya asing, begitu asing kau merasa begitu goblog, dan kau pikir: kau bukan mereka, levelnya tidak sama, kau bisa merasakannya: mereka tidak terjangkau. bagimu dunia nyata adalah meja kayu warna hitam di mana kau berada, gelas dan teh rasa mentol yang menurutmu kemahalan, juga pelayan starbucks yang selalu tampak lebih kaya, lebih pintar dan berkelas dari kamu. kau selalu bertanya kenapa kau tidak tinggal di rumah saja, duduk di pos kamling bersama sekuriti dan pak RT yang selalu beri senyum bila berpapasan di depan rumahmu. ah, mungkin tuhan sedang berusaha mengatakan sesuatu dengan rasa gelisah yang membuatmu ingin menuliskan prosa yang tak jelas apa gunanya ini; mungkin tuhan sedang berjingkrakan di atas keyboard itu; berlarian dari kunci ‘f’ ke ‘g’ lalu ‘u’ dan kemudian diam lama sekali di ‘o’. hey, bung, jangan pencet ‘enter’! mungkin ada tuhan di situ! mungkin tuhan sedang tidak ingin diganggu; dia hanya ingin duduk di sampingmu, tak ingin bicara soal toleransi, tak ingin dengar curhat mereka yang merasa paling beragama, paling islam, paling kristen. mungkin tuhan bilang, semuanya masuk surga! semuanya benar, semuanya masuk surga! FPI, JIL, GKI Yasmin, Agnes Monica, Ahmadiyah, NU, Muhammadiyah, semuanya! kau tau semua ini omong kosong. ah, kau memang punya obsesi aneh untuk bisa berada di mana dirimu tiada, menanggalkan pikiranmu barang sejenak, agar kau bisa dengar pikiranmu sendiri, agar kau bisa lihat betapa bodohnya, betapa naifnya, betapa tolol dan goblognya kamu. mungkin saja saat ini tuhan sedang bersembunyi di toilet, diam-diam mengubah rasa gelisahmu menjadi butiran-butiran salju yang turun di himalaya, atau menjadikannya garam yang digunakan ibumu dulu, waktu kamu sakit panas dan tak pernah terpikir bakal duduk termenung di warung kopi mahal yang namanya starbucks di sebuah pusat belanja yang semuanya tampak serba mahal, sebelum kamu bertanya apa betul orang miskin itu hidup miskin karena takdir tuhan bilang begitu, apa betul orang kaya bisa jadi kaya karena tuhan mencintai dan memberkahi mereka? embun di jendela, jarak, gerimis dan gelisah yang pekat bikin pikiranmu jadi kabur—pada sore itu mungkin tuhan sedang menulis puisi tentangmu.   

 

1 Comment »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

  1. surga over kuota 😛


Leave a comment

Blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.